Yogyakarta kota kenangan.
“Masih seperti dulu, tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna Terhanyut aku akan nostalgi
Saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama
Suasana Jogja”
duuuh siapa sih yang gak kenal sama lagu yang satu ini. yogyakarta ( Kla Project ), lagu yang bernuansa romantisme yogyakarta ini seakan memancarkan kembali pesonanya, mengingatkan saya akan kota yogya kota yang penuh kenangan yang membuat hati ini nyaman dan selalu rindu untuk kembali ke jogja.
Begitulah adanya Kota Yogyakarta. Provinsi unik yang secara temurun-temurun diasuh oleh Panjenenganipun Sri Sultan Hamengkubuwono. Kota yang gak garang, gak ganas. Padat dengan siswa-siswi dan mahasiswa-mahasiswi dandanan klimis necis. Karena saking banyaknya pelajar di kota ini, tukang fotocopy pun bergelimpangan.
Penduduk Yogyakarta baik pendatang maupun pribumi, lebih seneng jalan kaki untuk menyusuri kota. Atau naik becak, dan kadang naik andong. Kalau perut lapar, pesannya nasi kucing di angkringan atau burjo, warung mie tempat kongkownya mahasiswa. Kalau Bahasa Inggrisnya… “Meong rice”. Lalu minumnya bukan teh botol yang ngehits iklan dan slogannya itu yaa.. Melainkan kopi areng, sirup tebu, atau teh manis.
Angkringan sendiri merupakan kaki lima yang khas dengan gerobak dorong yang siap sedia dengan satu hingga tiga kursi panjang tanpa sandaran yang disebut juga dingklik.
Kalau zaman dulu, sebelum harga BBM sekarang naik, sebungkus nasi kucing hanya 1500 rupiah, semahal-mahalnya paling banter jual seharga 3500 rupiah. Trus, ditambah kue-kue tradisional, wedang jahe, dan jenang grendul atau bubur kacang ijo + ketan item. Sehingga, total pengeluaran sebesar 10ribu rupiah.
Emang pas banget nieh, Katon Bagaskara melukiskan suasana Jogja, “Ramai kaki lima menjajakan sajian khas berselera. Orang duduk bersila. Musisi jalanan mulai beraksi…”*sing a song*
Dari angkringan, kita melipir sebentar ke khasnya Kota Yogyakarta. Yaitu……. Pasar! Nah… Buat yang sepintas nyebutin kata “gudeg” atau “bakphia”, mesti planga-plongo. Karena esensi pasar tradisional di Kota Yogyakarta bagi para turis hampir terlupakan bahwa terlewatkan. Padahal, Yogyakarta punya sejarah khusus dengan pasar-pasar yang masih hidup di sana.
Ambil contoh Pasar Legi Kotagede. Di pasar tertua ini, Babon Anim cukup terkenal. Ialah gardu listrik yang dibangun pada tahun 1900an saat penjajahan Belanda. Kata Babon sendiri maknawiyahnya adalah Pusat atau Induk, yang merujuk dari istilah induk ayam. Sedangkan Anim berasal dari singkatan Bahasa Belanda “Algemeen Nederlands Indische Electricitiet Maatschappij (ANIEM)”. Demikian kata Wikipedia.
Habis nengokin pasar, kita mampir ke Masjid Jogokaryan. Ada yang tahu gak ya, kalau Masjid Jogokaryan adalah masjid kebanggaan masyarakat Jogja. Why?
Karena Masjid Jogokaryan merupakan masjid percontohan untuk masjid-masjid di Indonesia. Masjid ini pula disebut sebagai masjid mandiri dan paling makmur. hampir 24 jam masjid ini hidup dan gak ada gelapnya. Terutama saat malam minggu tiba, dimana jomblo-jomblo yang bosen dibully, mereka lebih seneng ngabisin waktu buat baca quran atau jadi santri tahfidz semalam di Masjid Jogokaryan.
Masjid ini pula, yang satu-satunya ngasih sarapan kopi susu atau teh manis buat jamaah yang ngehabisin waktu buat Sholat Shubuh dan lanjut ke kajian Isyroq, sampai waktu syuruq. Jadi…. Jama’ah Masjid Jogokaryan, sepulang dari Halaqoh Shubuh gak cuma dapet sarapan dan bekal sekolah gratis, melainkan ditambah dengan pahala haji dan umroh sempurna… sempurna…
Sebelum kita pindah ke wisata lainnya lagi, ada satu info menarik nieh tentang Masjid Jogokaryan. Saking makmurnya masjid ini dengan jama’ah dan infaq, kalau ada jama’ah masjid yang kehilangan sendal, lantas sendal itu gak ketemu-ketemu juga… Maka, Masjid Jogokaryan bersedia mengganti sendal tersebut dengan yang baru.
Tapi… Tapi tapi tapi…. Info ini jangan juga dijadikan alasan buat dapet sendal baru yaaa… Hehehe…
Yuk! Sekarang kita santai dulu di salah satu pantai fenomenal Yogyakarta. Kira-kira pantai apa yaaaaa….?
Bukan Parangtritis. Bukan Indrayanti. Bukan Siung. Melainkan Pantai Jogan. Pantai dengan fenomena air terjun, merupakan pesona yang tidak terelakkan. Derasnya air yang mengucur jatuh dari tebing, langsung ke bibir laut. Persis McWay Beach Waterfall, California.
Gak hanya air terjun di bibir laut saja yang bikin Pantai Jogan istimewa. Adalagi hunian ribuan bayi kepiting merah transparan di karang-karang tempat turun menuju guyuran air. Biasanya, penduduk sekitar menjadikan koloni kepiting ini sebagai hidangan makan malam. Lauk hangat, temannya nasi saat musim hujan. Dan kadang, pada musim tertentu pula, turis Pantai Jogan bisa melihat gerombolan kupu-kupu di bebatuan kering.
Dari masjid, menuju pantai. Sekarang saya ajak kamu untuk balik lagi ngaso ke kota. Mari kita leyeh-leyeh di Monjali. Monumen… Jogja… Kembali… Mengenang peristiwa fantastis, enam jam di Jogja. Sejarah dimana hanya dalam masa enam jam pasukan Belanda dibuat kocar-kacir melalui serangan gerilya yang menjadi titik awal kembalinya kedaulatan Republik Indonesia, pada tanggal 29 Juni 1949. Serta kembalinya Soekarno-Hatta dan para petinggi lainnya.
Monjali berlokasi di Dusun Jongkang, Kabupaten Sleman. Bentuknya menyerupai gunung, perlambang sekaligus peringatan budaya nenek moyang yang mesti dilestarikan oleh kita-kita sebagai penerus perjuangan bangsa.
Monjali dikelilingi oleh jagang di antara empat jalur menuju bangunan utama. Jalan di jalur barat dan timur mengarah ke pintu masuk lantai satu. Sedangkan jalan pada jalur utara dan selatan menuju tangga ke lantai dua. Pada jalur inilah wisatawan bisa melihat ukiran relief tentang perjuangan bangsa mulai 17 Agustus 1945 sampai 28 Desember 1949.
SubhaanAllah… Kota yang kalau dilihat dari peta kesannya keciiiiiiilllll banget. Enggak di barat. Enggak di timur. Bahkan di tengah-tengah pulau Jawa pun juga tidak. Tapi, menyimpan banyak rahasia. Segini dulu ah mengenang Daerah Istimewa Yogyakarta. Saya mau lanjutin dengerin lagu-lagu yang mengisahkan Yogyakarta biar makin kangen buat kesana :).
Leave a Reply