Travel Report – Jelajah Prau Dieng 2015 – PART 1
Sobat travellers! pernah merasakan indahnya sunrise di puncak Gunung Prau? atau merasakan dinginnya dataran tinggi Dieng? Nah, beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada tanggal 14 november 2015, Jakarta Traveller berkesempatan untuk berpetualang menjelajahi indahnya puncak Prau dan dinginnya dataran tinggi Dieng.
Tonton Video nya disini https://www.youtube.com/watch?v=vmybOyDGG1U&feature=youtu.be
Acara yang memang diadakan selama tiga hari oleh Jakarta Traveller dan terbuka untuk umum ini diikuti oleh 18 orang peserta dari berbagai kalangan. Hari pertama, kami mendaki dan berkemah satu malam di puncak Gunung Prau. Hari kedua dan ketiga, kami gunakan untuk menjelajahi objek-objek wisata di sekitar Dieng Plateau.
Bagi yang belum pernah mendengar Gunung Prau, Gunung Prau ini merupakan salah satu pegunungan terbesar di area Dieng Plateau, gunung ini memiliki ketinggian 2.566 mdpl.
Ada beberapa jalur yang bisa para pendaki lalui untuk menuju puncak Prau. Jakarta Traveller sendiri memilih jalur Patak Bateng. Menurut beberapa sumber, pendakian Gunung Prau melalui jalur Patak Banteng ini merupakan jalur pendakian yang paling favorit bagi para pendaki karena selain pemandangannya yang indah, jalur ini juga jarak tempuhnya lebih pendek dibanding melalui jalur-jalur lain. Pendakian dapat ditempuh hanya dengan waktu sekitar 3-4 jam.
Walau jalur Patak Banteng ini merupakan jalur favorit karena waktu tempuh yang cukup singkat, tapi jalur ini juga mempunyai tanjankan yang cukup curam loh. Apalagi jika kita melewati pos 3 (Cacingan). Jalur Cacingan ini merupakan medan tersulit sepanjang pendakian.
Perjalanan dari Jakarta menuju gerbang pendakian Patak Banteng, Dieng kira-kira memakan waktu hampir 12 jam.
Lesehan AZADA – Patak Banteng
Setelah menyiapkan segala perbekalan di basecamp pendakian, setelah dzuhur akhirnya kami memutuskan untuk memulai pendakian. Awal-awal pendakian mungkin terasa berat karena anak-anak tangga yang cukup tinggi yang membuat kaki terasa cepat pegal. Tapi setelah itu kita akan melewati Pos 1 dan Pos 2 yang tanjakannya tidak terlalu curam. Memasuki Pos, 1, akhirnya kita memasuki jalur pendakian tersulit, yaitu jalur Cacingan. Tanjakan yang semakin curam di jalur Cacingan ini membuat tenaga semakin cepat terkuras. Beberapa kali kami beristirahat sejenak untuk sekedear melepas lelah. Tapi tidak ada ruginya untuk duduk-duduk sebentar melepas lelah, karena selain untuk mengembalikan stamina tubuh, kita juga bisa menikmati indahnya pemandangan hamparan dataran tinggi dieng dari atas. Setelah melewati jalur Cacingan, suhu udara semakin terasa dingin. Apalagi ketika hari sudah semakin sore, embun dingin yang bertambah tebal semakin menusuk membuat tubuh kami semakin menggigil.
Setelah menempuh waktu kurang-lebih sekitar 3 jam, akhirnya kami tiba juga di puncak Prau. Saat itu kami kurang beruntung karena keadaan cuaca yang tidak terlalu bagus, kami tidak dapat menyaksikan dengan sempurna sunset dari puncak Prau. Walau begitu kami tetap dapat menyaksikan indahnya puncak Prau walau tertutup kabut yang tebal.
Udara dingin yang semakin menusuk ditambah jarak pandang yang hanya sekitar 20 meter karena kabut yang tebal rasanya membuat kami merasa lebih betah berada di dalam tenda untuk menghangatkan tubuh.
Bang Imam ( Chef gunung ), sedang menyiapkan makanan untuk makan malam
Suasana makan malam bersama pun harus selesai lebih cepat karena tiba-tiba hujan mengguyur puncak Prau malam itu.
Bang Dirok dan Lambang Tanah Air Tercinta
Mbah Edi yang nyentrik
Hujan yang terus mengguyur sepanjang malam membuat kami memutuskan untuk tidur lebih awal sambil berharap subuh nanti hujan sudah berhenti dan cuaca cerah agar kami dapat menyaksikan indahnya sunrise Prau. Jam setengah lima pagi, beberapa teman sudah bangun. Tidak ada tujuan lain selain untuk menyaksikan indahnya matahari terbit dari puncak Prau. Namun sayangnya, cuaca saat itu tidak terlalu mendukung. Beberapa kali matahari terlihat terbit dengan cantik, namun kabut yang tebal lebih sering menutupi jarak pandang kami. Walau tidak menyaksikan indahnya matahari terbit dengan sempurna, namun kami masih dapat menikmati indahnya suasana pagi di Puncak Prau. Gelombang awan terasa sangat dekat dengan kita.
Sekitar pukul 11 pagi, kami akhirnya memutuskan untuk turun. Jalur turun ini tidak kembali menuju Patak Banteng, tetapi melalui jalur Padang Sabana, Bukit Teletubies kemudian berakhir di Desa Dieng Kulon. Perjalanan turun melalui jalur Desa Dieng Kulon memakan waktu sekitar 3 jam. Sekitar pukul 2 kami akhirnya sampai di Desa Dieng Kulon.
Kami lalu beranjak menuju rumah warga yang sudah kami sewa untuk menginap satu malam lagi.
Dokumentasi lengkap silahkan kunjungi Flickr JakartaTraveller.
nantikan lanjutan dari explore Prau & Dieng part 2.
[flickr_set id="72157661355280665" max_num_photos="50" no_pages="true"]
[efspanel style=”callout” type=””]
[efspanel-header]
Tips Mendaki Gunung Prau
[/efspanel-header]
[efspanel-content]
- Karena di puncak Prau tidak terdapat sumber mata air, maka kita wajib untuk membawa perbekalan air lebih banyak minimal 2 liter perorang. Selain air nanti digunakan untuk minum atau memasak, air juga bisa digunakan untuk berwudhu bagi muslim.
- Bawa jaket yang super tebal atau bawalah baju hangat lebih dari satu. Percaya deh, suhu di Puncak Prau sangat dingin.
- Bawa kupluk, kaus kaki tebal dan sarung tangan tebal.
- Jangan lupa Sleeping Bag.
- Bawa Plastik Kresek; cukup untuk menaruh sampah milik sendiri.
[/efspanel-content]
[/efspanel]
Leave a Reply